Flashback Intermezzo Dengan Buku Imajinasiku
Pada saat diriku masih ada di bangku sekolah dasar, itu biasanya menjadi titik dimana banyaknya pembentukan emosi yang membara. Membentuk berbagai macam imajinasi yang sudah sekian waktu didapat dari sehari-hari. Semakin bertahap dan semakin saya mengeksplor pikiran khayalan saya, lalu melanjutkan ke jenjang SMP saya terus melanjutkan hobi menggambar saya. Suatu saat karena masih banyak buku-buku SD yang masih kosong, saya menggunakan buku bekas sekolah dasar menjadi buku menggambar dan menyalurkan semua emosi saya saat itu. Karena saya tidak mempunyai banyak uang untuk membeli buku gambar, maka saya gunakan buku bekas yang masih kosong untuk menyalurkan pemikiran hayalan saya waktu kecil.
Terus mengisi dan terus menggunakan buku bekas yang saat itu menjadi saluran dari berbagai semesta khayalan saya sendiri. Ketika sudah habis, maka saya mencari buku lain, lalu menggabungkan buku-buku itu dengan stepless. Di karenakan saya tidak ingin berbagai macam khayalan saya itu terpisah dan akan sangat sulit untuk saya cari. Karena saya sekali mengkhayal maka akan sangat berisiko kabur imajinasi saya dikarenakan banyaknya cabang pikiran saya.
Dalam memulai suatu pengembangan imajinasi, saya mencoba untuk mendapatkan suatu inspirasi. Ketika banyaknya tontonan berkesan serta tuntunan yang menyejukan, maka saya mencoba memberikan suatu esensi bahwa perjuangan tidak akan sampai hasil tanpa pengorbanan. Lalu saat saya memulai banyak sekali penggambaran dalam pikiran, saya tuangkan dalam buku imajinasiku, buku yang menjadi tempat menggambar dan menuangkan imajinasi saya dalam bentuk goresan hitam diatas putih. Terus menerus saya membuat dan menciptakan karakter baru untuk lebih meluaskan apa yang bisa saya lakukan. Membuat semua inspirasi yang sudah saya dapatkan dan saya modifikasi dan di kembangkan dengan imajinasi sendiri, memberikan suatu kebaharuan pada karakter fiksi saya sendiri.
Dari setiap imajinasi yang saya tuangkan dalam kertas, selalu saja ada tambahan baru dari imajinasi itu, dimana setiap tambahan menjadikan tambahan berikutnya semakin gila. Ya, rasanya seperti itu berkembang ke arah yang selalu saja menjadi banyak mengeluarkan energi. Energi itu bahkan dapat saya rasakan mengakibatkan kelebihan muatan dan saya kadang tak menemukan arah mau dibawa kemana hasil dari visual pikiran tersebut.
Dari setiap hal yang saya tuangkan, itu semua adalah sebuah perasaan yang sangat dalam yang ingin saya wujudkan suatu hari nanti. Namun saya mengerti setelah semua yang saya hadapi saya harus berusaha lebih keras lagi kedepan untuk dapat melakukannya. Sedari dulu saya hanya bisa menuangkan apa yang ingin saya buat dan saya terbitkan ke dunia ini. Saya hanya dapat membuat suatu inspirasi saya keluar dan saya masih terus memikirkan bagaimana itu dapat berkembang lebih baik kedepannya.
Saya masih terus dan akan terus mengisi dan mengasa untuk mewujudkan impian saya, tak penting itu sampai berapa lama selama saya masih punya jiwa yang dapat saya gebu dan juga iman yang masih memotiviasi saya, saya tidak akan menyerah untuk segalanya. Saya hanya punya keyakina bahwa apa yang saya lakukan akan menjadi hal yang bisa menjadi inspirasi bagi orang lian kedepannya. Ketika waktu yang terbagi menjadi beberpaa pekerjaan, lalu tak ada waktu bagi diri saya kembali pada buku itu, saya akan tetap menuangkan di setiap media yang dapat saya gunakan. Itu adalah keharusan saya untuk dapat mengisi kejenuhan saya dari berbagai aktivitas yang kadang membuat saya tak bisa memberikan jiwa saya pada ketekunan bakat saya sendiri.
Sadar akan bagaimana kedepannya, waktu saya tidak banyak untuk dapat kembali. Namun akan tetap saya gunakan untuk membuat imajinasi saya tetap berjalan sebagaimana mestinya saya bersemangat. Ini tak bisa saya lepaskan, karena ini adalah hal yang membuat saya bisa terus berkobar untuk kedepannya. Sehingga saya dapat pergi dengan suatu kenangan dan ketenangan yang nyata bagi diri saya serta orang di sekitar saya sendiri. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "Flashback Intermezzo Dengan Buku Imajinasiku"